Pak
Ustadz, bagaimana hukumnya merayakan ulang tahun,sedangkan kita tahu budaya
ulang tahun itu kan dari Barat, bukan kah yang menyerupai kaum kafir itu di
anggap kafir juga. Mohon jawabannya,karena penting sekali bagi saya. Terima
kasih.
wassalamualaikum.wr.wb
Azai
Jawaban
Assalamu
`alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Perayaan
ulang tahun atas kelahiran seseorang atau suatu organisasi tertentu tidak
pernah diperintahkan oleh Rasulullah SAW. Karena itu bila dilakukan, tidak
bernilai ibadah.
Cukup
banyak ulama tidak menyetujui perayaan ulang tahun yang diadakan tiap tahun.
Tentu mereka datang dengan dalil dan hujjah yang kuat. Di antara alasan
penolakan mereka terhadap perayaan ulang tahun antara lain:
1.
Ulang tahun bila sampai menjadi keharusan untuk dirayakan dianggap sebuah
bid’ah. Sebab Rasulullah SAW belum pernah memerintahkannya, bahkan meski
sekedar mengisyaratkannya pun tidak pernah. Sehingga bila seorang muslim sampai
merasa bahwa perayaan hari ulang tahun itu sebagai sebuah kewajiban, masuklah
dia dalam kategori pembuat bid’ah.
2.
Ulang tahun adalah produk Barat/ non muslim
Selain
itu, kita tahu persis bahwa perayaan uang tahun itu diimpor begitu saja dari
barat yang nota bene bukan beragama Islam. Sedangkan sebagai muslim, sebenarnya
kita punya kedudukan yang jauh lebih tinggi. Bukan pada tempatnya sebagai
bangsa muslim, malah mengekor Barat dalam masalah tata kehidupan.
Seolah
pola hidup dan kebiasaan orang Barat itu mau tidak mau harus dikerjakan oleh
kita yang muslim ini. Kalau sampai demikian, sebenarnya jiwa kita ini sudah
terjajah tanpa kita sadari. Buktinya, life style mereka sampai mendarah daging
di otak kita, sampai-sampai banyak di antara kita mereka kurang sreg kalau pada
hari ulang tahun anaknya tidak merayakannya. Meski hanya sekedar dengan ucapan
selamat ulang tahun.
3.
Apakah Manfaat Merayakan Ulang Tahun?
Selain
itu perlu juga kita renungkan sebagai muslim, apakah tujuan dan manfaat
sebenarnya bisa kitadapat dari perayaan ini? Adakah nilai-nilai positif di
dalamnya? Ataukah sekedar meneruskan sebuah tradisi yang tidak ada landasannya?
Apakah ada di antara tujuan yang ingin dicapai itu sesuatu yang penting dalam
hidup ini? Atau sekedar penghamburan uang?
Pertanyaan
berikutnya,adakah sesuatu yang menambah iman, ilmu atau amal? Atau menambah
manfaat baik pribadi, sosial atau lainnya? Pertanyaan berikutnya dan ini akan
menjadi sangat penting, adakah dalam pelaksanaan acara seperti itu maksiat dan
dosa yang dilanggar?
Yang
terkahir namun tetap penting, bila ternyata semua jawaban di atas positif, dan
acara seperti itu menjadi tradisi, apakah tidak akan menimbulkan salah paham
pada generasi berikut seolah-olah acara seperti ini ‘harus’ dilakukan? Hal ini
seperti yang terjadi pada upacara peringat hari besar Islam baik itu kelahiran,
isra` mi`raj dan sebagainya.
Jangan
sampai dikemudian hari, lahir generasi yang menganggap perayaan ulang tahun
adalah ‘sesuatu’ yang harus terlaksana. Bila memang demikian, bukankah kita
telah kehilangan makna?
Kalau
menimbang-nimbang pernyataan di atas, ada baiknya kita yang sudah terlanjur
merayakan ulang tahun buat anak atau bahkan untuk diri kita sendiri melakukan
evaluasi besar.
Sebaliknya,
mungkin ada baiknya pemikiran yang disampaikan oleh Dr. Yusuf Al-Qradawi
tentang ulang tahun untuk anak. Misalnya, pada saat anak itu berusia 7 tahun,
tidak ada salahnya kita ajak dia untuk menyampaikan pesan-pesan dalam acara
khusus tentang keadaannya yang kini menginjak usia 7 tahun. Di mana Rasulullah
SAW telah memerintahkan kepada para orang tua untuk menyuruh anaknya shalat di
usia itu.
Bolehlah
dibuat acara khusus untuk penyampaian pesan ini, agar terasa ada kesan tertentu
di dalam diri si anak. Bahwa sejak hari itu, dirinya telah mendapatkan sebuah
tugas resmi, yaitu diperintahkan untuk shalat.
Nanti
di usia 10 tahun, hal yang sama boleh dilakukan lagi, yaitu sebagaimana
perintah Rasulullah SAW untuk menambah atau menguatkan lagi perintah shalat.
Kali ini dengan ancaman pukulan bila masih saja malas melakukan shalat.
Bolehlah diadakan suatu acara khusus di mana inti acaranya menetapkan bahwa si
anak hari ini sudah berusia 10 tahun, di mana Rasulullah SAW membolehkan orang
tua memukul anaknya bila tidak mau shalat.
Kira-kira
usia 15 tahun lebih kurangnya, ketika anak pertama kali baligh, boleh juga
diadakan acara lagi. Kali ini orang tua menegaskan bahwa anak sudah termasuk
mukallaf, sehingga semua hitungan amalnya baik dan buruk sejak hari itu akan
mulai dicatat. Bolehlah pada hari itu orang tua membuat acara khusus yang
intinya menyampaikan pesan-pesan ini.
Jadi
bukan tiap tahun bikin pesta undang teman-teman, lalu tiup lilin, potong kue,
bernyanyi-nyanyi, memberi kado. Pola seperti ini sama sekali tidak diajarkan di
dalam agama kita dan cenderung tidak ada manfaatnya, bahkan kalau mau jujur,
justru merupakan cerminan dari sebuah mentalitas bangsa terjajah yang rela
mengekor pada tradisi bangsa lain.
Bukankah
Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi dari padanya? Lalu mengapa
kita bangsa Islam ini harus mengekor pada tradisi bangsa lain yang jauh lebih
rendah?
Mungkin
jawabannya yang paling jujur adalah…istafti qalbak….
Mintalah fawa kepada hati nuranimu…
Wssalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Mintalah fawa kepada hati nuranimu…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar